Ceriteranya begini. Olimpiade Athena 2004 ini memang berbeda dengan
olimpiade-olimpiade sebelumnya. Selain mengulang tempat penyelenggaraan
108 tahun lalu, banyak hal yang lalu dimirip-miripkan dengan Olimpiade
Athena 1896 itu.
Hal yang dimiripkan pertama adalah dipakainya Stadion Panathinaikos
sebagai salah satu tempat pertandingan, yaitu panahan. Stadion
Panathinaikos ini adalah tempat penyelenggaraan olimpiade modern
pertama tahun 1896 itu.
Hal kedua adalah ikon-ikon yang dipakai pada nomor cabang juga
dimiripkan dengan ikon-ikon kuno Yunani, yaitu dengan warna dasar
oranye plus siluet atlet berwarna hitam. Dan, yang paling mirip dengan
penyelenggaraan Olimpiade 1896, bahkan juga persis dengan olimpiade
purba, adalah pemahkotaan pemenang dengan daun zaitun. Maka, walau cuma
daun zaitun, maknanya besar sekali.
TAUFIK masih mengenakan mahkota daun itu saat diboyong ke ruang
jumpa pers. Sepanjang jalan puluhan kali ia harus berhenti melayani
orang-orang yang mengajak berfoto.
Kompas juga masih menyaksikan, dalam acara tanya jawab, mahkota itu
terletak di dekat tangan kanan Taufik. Namun, apa daya, dalam
perjalanan kembali ke kampung atlet, Taufik lupa membawa mahkota itu.
Ia yakin tertinggal di ruang jumpa pers. "Saya yakin tertinggal di
sana," katanya.
Lupanya Taufik bisa dimaklumi. Bukannya ia sudah pikun, bukan.
Namun, begitu selesai acara tanya jawab, ia sudah dicecar untuk difoto
dengan berbagai pose dan selesai berfoto ia ditarik dan dikawal petugas
untuk langsung kembali ke bus yang mengantarnya ke kampung atlet.
Taufik pasti tidak sempat kembali ke meja jumpa pers. Dan orang
Indonesia yang hadir di ruangan itu pasti juga tidak terlalu ngeh akan
hal itu. Kok bisa hilang? Terang saja. Mahkota Taufik pasti disambar
siapa pun yang melihatnya. Barang apa pun yang berbau Olimpiade Athena
laris manis. Begitu pertandingan bulu tangkis selesai, poster-poster
yang menempel di gedung jadi rebutan gadis-gadis yang jadi petugas di
sana. Juga di lapangan tenis
Kalau poster yang agak kusut saja jadi rebutan, apalagi mahkota Taufik?
Keesokan harinya............
TAUFIK masih tampak sedih atas kehilangan mahkota itu sampai Minggu
(22/8) atau sehari setelah kemenangannya. Oleh Humas KONI, Linda
Wahyudi, Taufik lalu diajak cari penggantinya. Dan, Taufik semula
menolak karena menurut dia apalah arti pengganti karena pasti hanya
sekadar daun biasa.
Setelah dibujuk beberapa kali, akhirnya Taufik mau juga diajak
berjalan-jalan ke daerah Plaka, tempat toko-toko suvenir berada. Ikut
pula dalam perjalanan itu beberapa pemain bulu tangkis lain.
Di daerah Plaka tiruan mahkota daun itu memang banyak dijual. Yang
buatannya sebagus untuk pemenang Olimpiade harganya 10 euro (sekitar Rp
110.000). Sementara yang lebih jelek sekitar 3 sampai 5 euro.
Taufik sama sekali tidak melirik tiruan-tiruan itu. Sampai saat ia
masuk ke sebuah toko souvenir, ia melihat tiruan mahkota daun yang
dilapis emas.
"Beli itu aja sekalian Fik. Suvenir, sekalian, keren pula," bujuk
Linda Wahyudi. Dan Taufik setuju. Namun, harga mahkota lapis emas itu
bukan main, 160 euro atau sekitar Rp 1,7 juta. Pahlawan Olimpiade 2004
Indonesia ini sempat ragu.
Namun, kejutan terjadi. Anak sang pemilik toko mengenali Taufik
sebagai peraih medali emas bulu tangkis tunggal putra. Dan gegerlah
seisi toko.
Foto sana foto sini kembali terjadi. Sang pemilik toko yang merasa
mendapat kehormatan dikunjungi sang juara menurunkan harga mahkota emas
itu dengan drastis. Jadilah Taufik cukup membayar 100 euro. Flandy
Limpele yang ikut dalam rombongan rupanya tertarik juga. Namun, ia
tidaklah membeli yang berlapis emas seperti Taufik. Flandy membeli yang
dilapisi tembaga. "Yah, aku kan medali perunggu," katanya, sambil
tertawa.
Akhirnya senyum Taufik kembali. Ia sudah mendapatkan penggantinya.
Namun, saat dijumpai di bandara menjelang pulang, ia hanya tersenyum
saat ditanyai soal mahkota pengganti itu. "Disimpan saja. Takut hilang
lagi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar